Sabtu, 06 Agustus 2011

Melihat dengan mata tertutup

Assalamualaikum Wrwb,

Alhamdulillah pada kesempatan taun ini ulang tahun kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia jatuh di bulan Ramadhan, walaupun tanggal kemerdekaan tidak sama dengan penanggalan hijriah di tahun 2011 ini.
Itu salah satu cara kita menatap sesuatu tanpa harus memandang dengan mata kita akan mengetahui nya, yaitu suatu kejadian/perkara yang sudah baku atau di lakukan secara berulang - ulang.

Demikian pula dengan situasi yang terjadi pada negara ini, banyak hal yang dilakukan oleh para pemimpin dinegara ini selalu berulang - ulang setiap masa - masa jabatannya.
Banyak diantaranya ketika akan menghadapi pemilihan umum semua para calon baik legislatif maupun eksekutif berbondong - bondong bersilaturahmi menghapiri para (kalau boleh saya bilang) Eksekutor pemilu ( para pemilik suara ) atau semua kalangan masyarakat yang memiliki hak suara.
Yang asal nya tidak pernah kesawah pada saat kampanye mereka sempatkan kesawah, yang asalnya mereka tidak pernah masuk mesjid pada saat kampanye mereka sempatkan masuk mesjid demi mendapatkan suara, tetapi ketika mereka telah mendapatkan suara dan berhasil menjabat suatu jabatan, mereka terlalu sibuk dengan kesibukan sebagai seorang pejabat, Study banding dan lain sebagainya. Sehingga jarang terjadi para pejabat di negara ini yang terjun langsung melihat keadaan masyarakat yang notabene nya sebagai penyumbang suara minimal nya, bahkan sepertinya tetangga pun mungkin jarang di sapanya apalagi mengetahui tetangganya itu bisa makan atau tidak.
Dan itu pernah saya lihat di suatu daerah di indonesia, ada sebuah rumah dinas pejabat tertinggi di daerah itu yang sangat mewah dengan lampu yang terang benderang ketika malam dan mobil mewah terparkir di halaman parkirnya, kalau di taksir untuk biaya listriknya saja bisa puluhan juta perbulan. Tidak jauh dari rumah dinas pejabat itu saya lihat ada rumah yang ukuran nya tidak lebih dari type 22 dengan tampak mukanya bata merah tidak di plester dan beratapkan asbes. Ketika saya hampiri mencoba untuk silaturahmi, rumah itu di huni oleh satu keluarga dengan empat orang anak, orang tua mereka adalah buruh harian di suatu perusahaan swasta dengan buruh perhari sebesar 20.000 bersih, berarti mereka hanya mengumpulkan kurang dari 600.000/bulan. Sangat jauh sekali perbedaan antara pejabat dan masyarakatnya.
Dan kejadian - kejadian seperti itu selalu terulang dan terulang dari pemilu ke pemilu tanpa adanya perubahan yang signifikan terhadap masyarakat. bahkan setiap taun nya perbedaan itu semakin meruncing dan meruncing.
Tanpa perlu kita lihat lagi dengan mata, kemungkinan di taun - taun yang akan datang pun akan terjadi hal - hal serupa. Pada saat ini saja masih jauh akan pemilu mereka para pejabat ataupun calon pejabat sudah terlihat mementingkan golongan dan diri pribadi nya.

Mudah mudahan tulisan ini bisa membuka mata hati masyarakat supaya lebih bijak dan dewasa dalam berdemokrasi di negara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar